Di era transformasi digital yang semakin cepat, peran Product Manager (PM) ikut berevolusi. Tidak hanya menjadi penghubung antara user dan tim developer, kini PM di Indonesia dituntut untuk lebih aktif berinovasi dalam siklus pengembangan produk. Salah satu tren terbaru yang patut disorot adalah vibe coding—cara baru bagi PM untuk membuat prototipe dan menyampaikan ide produk langsung dengan bantuan AI seperti Large Language Models (LLM).
Apa Itu Vibe Coding?
Vibe coding adalah metode eksplorasi ide produk menggunakan prompt sederhana melalui tools AI seperti GitHub Copilot, Cursor, atau ChatGPT. Tanpa harus menulis kode dari nol, PM kini bisa menciptakan prototipe antarmuka, menguji alur UX, bahkan memodifikasi elemen UI hanya dengan perintah berbasis bahasa alami.
Ini bukan sekadar no-code atau low-code. Vibe coding memungkinkan kolaborasi langsung dengan tools yang biasa digunakan developer—tanpa perlu menguasai bahasa pemrograman secara mendalam.
Evolusi PM di Era AI
Menurut laporan DORA 2024, lebih dari 75% profesional di industri pengembangan perangkat lunak kini memanfaatkan AI dalam pekerjaan harian mereka. PM yang mengadopsi AI lebih awal akan memiliki keunggulan kompetitif dalam hal:
Prototyping cepat: Ciptakan mockup dan fitur hanya dengan deskripsi sederhana.
Iterasi ide mandiri: Lakukan eksperimen tanpa harus menunggu resource dari tim dev.
Diskusi lebih tajam: Hadir ke meeting dengan contoh nyata, bukan sekadar dokumen.
Vibe Coding vs No-Code: Mana Lebih Efektif?
Platform no-code memang menjanjikan kebebasan membangun aplikasi tanpa coding. Namun, di Indonesia, adopsi no-code sering terhambat oleh:
Biaya lisensi dan integrasi sistem.
Kurangnya fleksibilitas desain.
Kebutuhan pelatihan tambahan.
Berbeda dengan itu, vibe coding menggunakan AI yang langsung terintegrasi dengan lingkungan kerja developer. Tools seperti Copilot atau Cursor bahkan dapat digunakan dalam IDE (Integrated Development Environment) favorit para dev. Hal ini memudahkan kolaborasi antara PM dan dev secara real-time.
Studi Kasus: PM di Indonesia Bisa Apa?
Bayangkan seorang PM edtech ingin menguji fitur baru untuk dashboard siswa. Lewat vibe coding, dia cukup menuliskan:
> "Tambahkan sidebar dengan menu navigasi dan grafik perkembangan siswa."
Dalam hitungan menit, prototipe siap didiskusikan bersama tim developer—tanpa perlu wireframe rumit atau diagram UML.
Menurut Nathan Boden, CTO dari NICE CXone Suite:
> "Dengan vibe coding, PM bisa langsung menciptakan prototipe hanya lewat prompt. Ini mengubah cara kita mendefinisikan requirement."
Kesimpulan: AI Bukan Sekadar Tren, Tapi Alat Kolaborasi Masa Depan
Dengan semakin banyaknya tools AI yang mudah diakses di Indonesia, PM tak perlu lagi merasa asing di dunia developer. Justru sebaliknya, vibe coding menjadi jembatan kolaborasi baru yang mempercepat iterasi dan mengurangi miskomunikasi dalam siklus pengembangan.
PM yang bisa 'ngoding dengan AI' akan jadi aset strategis bagi perusahaan.
Komentar
Posting Komentar